Showing posts with label Roman Klasik. Show all posts
Showing posts with label Roman Klasik. Show all posts

Tuesday, 21 February 2017

Sam Po Toa Lang



Kisah Laksamana Cheng Ho yang melakukan  kali ekspedisi keliling dunia memang sangat termasyur. Mungkin kegiatan ekspedisi sang laksamana mampu menandingi ekspedisi keliling dunia yang dilakukan oleh Christopher Colombus dan A. Magelhens yang telah melakukan hal yang sama.

Demikian femenomenanya kegiatan ekspedisi ini, maka tak heran kalau bangsa Tiongkok sangat menganggungkan sang laksamana dan banyak sekali cerita fiksi dan nonfiksi yang terinspirasi dari perjalanan sang laksamana ini. Bahkan di negeri ini pun banyak penulis-penulis local yang terinspirasi dengan kisah ini dan menyajikannya dalam bentuk buku. Kisah Sam Po Toa Lang ini adalah salah satu dari sekian banyak kisah tentang sang laksamana dari Dinasti Ming ini.

Siapa sebenarnya Cheng Ho ini? Laksamana Cheng Ho adalah nama seorang panglima perang yang gagah dari Negeri Beng (Ming). Dia adalah salah satu kepercayaan Kaisar Eng Lok Kun (Yongle) yang berkuasa pada tahun 1403-1424.

Wednesday, 29 July 2015

Menikmati Roman Iseng Karya Shi Nai An

Shui Hu Zhuan atau Shui Hu Chuan adalah salah satu roman paling populer di daratan Tiongkok selain Sam Kok atau San Guo Yen I.  Mengapa demikian roman ini konon juga ditulis pengarangnya Shi Nai An sebanyak 100 bab, namun kemudian disunting dan disederhanakan lagi menjadi 70 bab saja.
Pada awal-awalnya, para pengagum roman klasik Tiongkok menganggap bahwa Shui Hu Zhuan atau 108 Pendekar Bukit Liang Shan ini merupakan karya penulis kenamaan Luo Guan Zhong atau Lo Kuan Tiong. Namun kemudian hal ini terbantahkan berkat penelitian sastrawan termasyhur Negeri Panda yang bernama Lu Tsun. Dalam analisanya, Lu Tsun berpendapat bahwa cerita ini memang dikarang oleh Shi Nai An (1296–1372 Masehi), hanya saja kemudian kisah ini mendapat polesan dari Luo Guan Zhong.
Seperti juga judulnya yang menyebutkan kisah 108 Pendekar Bukit Liang Shan, maka cerita ini juga bicara tentang ke-108 pendekar ini. Pada mulanya mereka hanyalah beberapa orang anggota barisan sakit hati karena telah dianiaya, difitnah ataupun dirampas hak-haknya oleh saudagar atau pejabat korup dari Dinasti Song. Kemudian mereka satu persatu berkumpul dan mulai melakukan gerakan melawan kelaliman yang dialami rakyat di masa itu.
Tapi yang paling identik dengan roman ini adalah bagian dimana Wu Song atau Bu Siong memukul harimau hingga mati, sehingga dalam beberapa judul yang pernah terbit di Indonesia maupun dunia, adegan Wu  Song memukul harimau ini sering dijadikan cover.
Selain itu, yang menarik dalam kisah ini, si pengarangnya benar-benar memainkan karakter ke-108 pendekar ini secara baik, sehingga tak heran banyak orang yang mengagumi kisah ini. Sehingga beberapa penulis kemudian membuat kembali kerangka karangan Shui Hu Zhuan ini dalam bentuk versi-versi lain. Dalam bahasa Inggris misalnya, paling tidak ada dua versi yang sangat terkenal yakni Shui Hu Zhuan yang digarap Pearl S Buck yang bertajuk All Men are Brothers dan gubahan JH Jackson yang bertajuk Water Margin. Masing-masing punya kelemahan dan kelebihan dalam penyajiannya.
Dalam perjalanannya, ada banyak kritisi sastera yang menyebutkan bahwa kisah ini mirip sekali dengan kisah Legenda Tanah Inggris yakni Robin Hood. Ada banyak kemiripan tentang kedua kisah ini, hanya saja belum ada penelitian khusus yang mencari tahu mana kisah yang lebih awal dan kemudian menginspirasi kisah yang lain. Diakui atau tidak, Shui Hu Zhuan dan Robin Hood memang punya beberapa kemiripan.
Namun terlepas hal itu ternyata kita tidak menyangka bahwa pembuatan karya yang kita sebut sebagai roman klasik Tiongkok yang dasyat ini tak serius-serius banget. Bahkan Shi Nai An selaku penulis menyatakan bahwa dirinya menulis kisah ini sebagai sebuah karya iseng saja. Maka dia tak menyangka kalau karya ini kemudian laris manis di pasaran dan kehebatannya bisa menandingi cerita kolosal lain macam Sam Kok dan Dong Zhou. ()

Judul : Shui Hu Zhuan 1 – 3 Tamat
Penulis : Shi Nai An
Penerbit : Bhuana Sastera
Harga Normal : Rp 280.000
Harga Diskon : Rp 240.000 (belum termasuk ongkos kirim)
Pemesanan : SMS/WA 085920713061 atau email bukuklasik@gmail.com

Aksi Hakim Dee Mengungkap Pembunuhan Berlatar Belakang Penyelundupan Emas

Kalau ada cerita serial Hakim Dee (Dee Gong An atau Tie Kong An) yang paling menarik, kisah Gara-gara Emas Cina ini mungkin salah satu yang paling menarik. Karena kisah ini disebut-sebut sebagai kasus pertama yang ditangani oleh pria yang bernama asli Ti Jen-chieh ini dalam menjalani karirnya sebagai seorang kepala daerah.
Ketika itu Hakim Dee yang baru berusia 33 tahun diberi tugas oleh Kaisar Tang Kao-tsung atau Li Zhi (649-683) untuk menempati pos barunya sebagai penguasa kota pelabuhan Peng-lai. Sebagai penguasa baru, sang hakim langsung dihadapkan pada sebuah kasus pembunuhan misterius yang menimpa pendahulunya.
Baru saja Hakim Dee melakukan penyelidikan, tiba-tiba dia dikagetkan dengan kasus kedua dan ketiga dimana ada kasus hilangnya isteri seorang saudagar kaya dan kasus pembunuhan lainnya. Sehingga pemecahan kasusnya berjalan demikian rumit, sampai akhirnya sang hakim menemukan kata kunci bahwa kasus ini berhubungan dengan penyelundupan emas keluar dari wilayah Kerajaan Tang. Dan hebatnya aksi ini didalangi oleh seorang kepala biara yang sangat terkenal.
Cerita detektif Hakim Dee ini dikemas secara menarik oleh penulisnya Robert van Gulik dengan menggabungkan unsur kriminal, drama dan sedikit unsur mistis sehingga cerita ini jadi sangat asyik untuk dinikmati.
Secara kehidupan nyata, sosok Hakim Dee sendiri adalah sosok seorang tokoh yang pernah ada. Dia dilahirkan pada tahun 603 Masehi, di ibu kota Provinsi Xanxi yakni Tai-yuan. Dia adalah pejabat penting dalam Dinasti Tang. Hakim Dee diperkirakan meninggal pada tahun 700 Masehi.
Dia adalah seorang kepala daerah yang terkenal karena kesanggupannya untuk memecahkan persoalan kriminal yang rumit. Kehebatannya dalam memecahkan kasus mungkin setara dengan Bao Gong (Pao Kong) pada zaman Dinasti Song yang berkuasa antara tahun 960 sampai dengan tahun 1279. ()

Judul : Serial Hakim Dee
Penulis : Robert Van Gulik
Penerbit : PT Suara Harapan Bangsa
Harga Normal : Rp 45.000
Harga Diskon : Rp 40.000 (belum ongkos kirim)
Pemesanan : WA/SMS 085920713061 atau email bukuklasik@gmail.com

Tuesday, 28 July 2015

Kisah Perseteruan Kaisar Han dengan Permaisurinya

Di kalangan penggemar roman klasik Tiongkok, nama-nama seperti Co Coh, Lao Pi, Kwang Kong, Khong Beng, Sun Kwan ataupun Suma-Ie tentu sudah tidak asing lagi. Tokoh-tokoh ini memang merupakan tokoh utama dalam roman Sam Kok yang termasyur itu. Memang kehebatan Epos keruntuhan Dinasti Han ini sudah banyak diakui hingga ke penjuru dunia.
Tapi tak banyak orang yang tahu siapa Lauw Pang atau Han Kho Couw atau Han Gaozu dalam Pin-yin (247 - 195 SM). Di masa mudanya, Lauw Pang pernah melakukan kesalahan dengan membuat sejumlah tahanan kabur, namun kemudian dia membebaskan tahanan lain sehingga dia dipuji banyak orang.  Dari sanalah kemudian Lauw Pang mengobarkan perlawanan terhadap Dinasti Cin bersama-sam Hang Ie (Xiang Yu). Tapi kemudian keduanya bertempur dan akhirnya Lauw Pang mendirikan Dinasti Han. Kisah ini terdapat dalam roman Tong See Han.
Setelah mendirikan Dinasti Han, Han Kho Couw harus menghadapi berbagai intrik dalam upaya para tokoh melakukan persaingan memperebutkan kekuasaan disertai intrik-intrik yang membuat kisah ini demikian kompleks.
Dalam kisah ini, titik berat cerita lebih kepada bagaimana cara Lauw Pang yang menjadi Kaisar Han pertama dalam mengamankan kerajaannya. Ada banyak intrik dan siasat diadu dalam kisah ini. Namun dalam pemerintahannya Lauw Pang justru banyak melakukan blunder. Dia membunuh para panglima handalnya dan kesalahan demi kesalahan yang dibuatnya inilah yang akhirnya menyebabkan Kaisar Han Kho Couw wafat secara mengenaskan dan Dinasti Han jatuh ke tangan Lu Couw atau Lie Houw, permaisurinya.
Sebenarnya persaingan antara Han Kho Couw dan permaisurinya ini sudah berlangsung lama. Hal ini terjadi karena Kaisar Han Kho Couw tidak mau mengangkat anak permaisuri menjadi pewaris tahtanya. Dia lebih memilih Jie Ie Kong-cu yang merupakan anak selirnya.
Permaisuri Lie-houw yang khawatir segera meminta bantuan Thio Liang yang menjadi orang kepercayaan kaisar. Lewat siasat-siasat yang dijalankan Thio Liang dan Lie Cek Cie serta sejumlah orang pandai, akhirnya Permasuri Lie-houw berhasil menyukseskan misinya untuk mengangkat anak kandungnya menjadi raja.
Sukses dengan misinya,  Permaisuri Lie-houw yang anaknya telah menjadi kaisar malah melakukan tindakan menyimpang dengan melakukan hubungan gelap bersama Menteri Hoan Sip Jie. Karena hubungan mereka diketahui kaisar, maka  Hoan Sip Jie yang jadi selingkuhan permasisuri akan dihukum mati. ()

Judul : Kaisar Han Kho Couw (Hard Cover)
Diceritakan Kembali Oleh : Marcus AS
Penerbit : Suara Harapan Bangsa
Kondisi : 100 % Baru
Harga Normal : Rp 150.000
Harga Diskon : Rp 125.000 (Belum Ongkos Kirim)
Pemesanan : SMS 085920713061 atau email bukuklasik@gmail.com

Sunday, 26 July 2015

Kisah Percintaan Pelajar Miskin dan Puteri Perdana Menteri

See Siang Ki (Hsi Shiang Chi) atau Kisah Kamar Barat merupakan salah satu cerita pendek yang sangat digemari oleh masyarakat Tiongkok.  Kisah berlatar belakang Dinasti Tang (618-907 Masehi) ini menceritakan tentang Thio Kun Swie (Zhang Sheng),  seorang pelajar miskin yang hendak menempuh ujian sebagai pegawai negeri sipil (PNS) di ibu kota.
Suatu kalai ketika Thio Kun Swie mengunjungi Kelenteng Pouw Kiu Sie dan kebetulan pada saat itu ada rombongan keluargamendinag  perdana menteri yang singgah di kelenteng untuk persiapan penguburan sang perdana menteri. Dalam rombongan keluarga itu ada seorang anak perempuan cantik yang bernama Cui Eng-eng. Karena terpikat, Thio Kun Swie pura-pura minta izin untuk bermalam di kelenteng itu demi mendekati sang gadis.
Setelah diizinkan, Thio Kun Swie mulai mendekati anak perempuan mendiang perdana menteri itu. Kun Swie mulai menulis sajak-sajak cinta buat sang gadis. Tak dinyana, ternyata sang gadis membalas cintanya dan mereka pun menjalin sebuah hubungan.
Cerita kemudian berlanjut ketika sekelompok perampok mendatangi kelenteng dan mengepung mereka. Ibu Cui Eng-eng jadi ketakutan dan mengadakan sayembara. Dalam sayembara itu dikatakan barang siapa berhasil menyelamatkan dirinya dan keluarganya dari kepungan perampok maka akan dinikahkan dengan Cui Eng-eng.
Kebetulan Thio Kun Swie punya kenalan kepala tentara di daerah itu. Maka lewat akalnya, dia berhasil mengirim surat ke sahabatnya dan tentara kerajaan berhasil membebaskan kelenteng itu dari kepungan para perampok.
Sayang, ibu Cui Eng-eng ingkar janji. Dia tak mau menikahkan Eng-eng dengan Thio Kun Swie karena dia hanyalah seorang pelajar miskin. Cinta kedua insan ini pun kandas dan kisah cinta mereka berakhir tragis.
Dalam sejarah perkembangan sastera Tiongkok, kisah See Siang Ki yang memiliki latar belakang zaman Dinasti Tang, ternyata ditulis Wang Shi-fu di zaman Dinasti Goan atau Yuan (1271 – 1368 Masehi) atau hampir 300 tahun masa peralihannya.
Dan meskipun kisah ini disebut sebagai salah satu kisah yang paling populer, beberapa kritikus sastera Tiongkok seperti Lu Hsun tidak memasukkan karya ini sebagai karya sastera karena hanya masuk golongan cerita pendek (Chuan Chi). Alasannya karena kebanyakan para penulis kisah Chuan Chi seperti Wang Shi-fu hanya menonjolkan kisah gaib dengan gaya fiksi yang terkesan hanya jadi cerita picisan. ()

Judul : See Siang Ki
Penulis : Wang Shi-fu
Diceritakan Kembali : Marcus AS
Penerbit : Suara Harapan Bangsa
Harga Normal : Rp 17.500
Harga Diskon : Rp 15.000 (belum termasuk ongkos kirim)
Pemesanan : SMS/WA 085920713061 atau email bukuklasik@gmail.com

Thursday, 23 July 2015

Menikmati Kisah Shuihu Zhuan Versi Pelukis Singapura

Roman Tepi Air atau Shuihu Zhuan (Shui Hu Chuan) adalah salah satu dari empat roman klasik Tiongkok yang paling termashyur. Tiga roman lainnya adalah Sam Kok (San Guo Yen I) alias Epos Tiga Kerajaan, Xi You Chi (See Yu Ki) yang berkisah tentang Sun Wukong alias Sun Go Kong dan Hung Luo Meng (Impian di Bilik Merah).
Kisah Shui Hu Chuan ini telah banyak diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa dan telah banyak difilmkan juga. Namun anehnya orang juga tak pernah bosan dengan kisah kepahlawanan 108 pendekar Bukit Liangshan ini.
Bahkan pimpinan revolusioner Cina Mao Zedong (Mao Tse Tung) juga disebut-sebut sebagai pengagum kisah ini. Maka tak heran kalau penulis dan sinolog Amerika terkenal, Pearl S Buck juga mengagumi karya ini dan mengutip kata-kata bijak kisah ini dengan ungkapan yang begitu terkenal yakni All Man are Brother alias semua orang bersaudara.
Buku bertajuk Tepi Air ini sebenarnya mengisahkan tentang perjuangan para pendekar penegak kebenaran untuk melawan para pejabat korup di masa pemerintahan Dinasti Song (998-1023 Masehi).
Kisah ini dimulai ketika beberapa pejabat dan pendekar jujur mengalami fitnah atau tekanan dari para pejabat korup negeri itu. Ada Shi Jin, Lu Da, Lin Chong, Wu Yong, Yang Zhi , Li Kui, Wu Song dan banyak lagi. Para pendekar ini menetap di Gunung Liang Shan dan dipimpin oleh  Song Jiang untuk menegakkan keadilan dalam menumpas para pejabat korup dan membantu rakyat yang tertindas.
Meski hanya menceritakan kisah demi kisah penting dalam roman ini dan bukan dalam kisah yang utuh, tapi buku ini tetap menarik karena disajikan dengan gaya berbeda.
Si pengarang sekaligus ilustrator buku ini, Teo Seng Hoch ini menggarap komik ini dengan gaya khas anak muda. Sehingga pelukis kelahiran Singapura ini bisa menarik kaum muda untuk mencintai roman klasik lewat karyanya.
Dan komik Tepi Air miliknya ini, telah membuat pria yang memimpin Shenzao Cartoon Prodution ini mencapai puncak karirnya. Sehingga karyanya tak hanya digemari oleh para pemuda Singapura saja, tapi juga merambah negara lain seperti Malaysia, Taiwan dan bahkan Indonesia. ()

Judul : Tepi Air, Kisah 108 Pendekar Jilid 1-6 Tamat (Dibox)
Penulis : Shi Nai An
Pelukis : Teo Seng Hoch
Penerbit : Kepustakaan Populer Gramedia
Harga Normal : Rp 210.000
Harga Diskon : Rp 170.000 (belum ongkos kirim)
Kondisi : 100 % Baru
Pemesanan : SMS/WA 085920713061 atau email bukuklasik@gmail.com

Wednesday, 22 July 2015

Qin Xianglian Penggalan Kisah Hakim Bao

Qin Xianglian adalah seorang wanita yang setia. Dia menikah dengan Chen Shimei. Mereka hidup di zaman Dinasti Song (998-1023 Masehi). Karena hidup mereka susah, maka Chen Shimei memutuskan untuk menempuh ujian sebagai calon pegawai negeri sipil (PNS) di kota raja dan meninggalkan anak isterinya.
Ternyata Chen Shimei berhasil lulus ujian dan menjadi seorang pejabat. Dia bahkan diangkat menjadi menantu adik ipar Kaisar Song. Karena kemewahan yang didapatnya, maka Chen Shimei lupa pada janjinya sebelum meninggalkan anak dan isterinya.
Karena kondisi perekonomian keluarganya semakin parah, Qin Xianglian terpaksa menyusul suaminya yang kabarnya telah sukses. Namun celakanya, sang suami yang khawatir karirnya hancur karena kehadiran isteri dan anaknya segera mengirim seorang pembunuh untuk menghabisi nyawa isterinya. Beruntung Qin Xianglian lolos dari pembunuhan itu.
Akibat diperlakukan semena-mena, Qin Xianglian pun mengadukan perkaranya kepada Hakim Bao Zheng atau Pao Kong dalam dialek Hokkian. Kepada hakim berjuluk si hitam ini, Qin Xianglian menceritakan segala yang terjadi termasuk rencana pembunuhan atas dirinya. Sang hakim yang adil ini marah dan berniat menghukum ipar sang kaisar. Meski dihalang-halangi oleh kerabat istina, dengan tegas Bao Zheng akhirnya mengeksekusi mati ipar kaisar ini.
Kisah yang disajikan dalam bentuk cerita bergambar ini merupakan salah satu dari 72 buah kasus yang ditangani oleh Hakim Bao Zheng yang hidup antara tahun 999-1062 Masehi ini. Ketegasannya sebagai hakim membuat namanya demikian termasyhur hingga saat ini. ()

Judul : Qin Xianglian
Karya : Sheng Qiang
Alih Bahasa : Erick Eressen
Penerbit : Suara Harapan Bangsa
Harga Normal : Rp 17.500
Harga Diskon : Rp 15.000

Ban Hoa Lauw Kisah Masa Muda Jenderal Besar Tek Ceng

Ban Hoa Lauw atau Paseban Berlaksa Bunga mengisahkan tentang kehidupan masa muda seorang jenderal besar dari zaman Dinasti Song (998-1023 Masehi) yang bernama Tek Ceng. Kisah ini dimulai dengan adanya perintah Kaisar Song Cin Cong mengirim Tan Lim ke Tay-goan untuk mencari 80 gadis cantik untuk ditempatkan di istananya.
Kebetulan Tek Cian-kim, yang merupakan adik Tek Kong terpilih jadi 80 gadis pilihan. Di kota raja, Tek Cian-kim menarik perhatian kaisar yang langsung menikahkan gadis ini pada saudaranya yaitu Pat Ong-ya.
Karena Tek Cian-kim ingin memberitahu saudaranya, Tek Kong bahwa dia sudah diperistri oleh Pat Ong-ya, Tek Cian-kim pun menulis surat pada kakaknya. Surat itu dia serahkan pada Sun Siu sebagai utusan ke Tay-goan.
Ternyata Sun Siu ternyata 'benci' pada keluarga Tek yang pernah menghukum mati ayahnya, karena itu dia mengubah surat untuk Tek Kong itu. Dalam surat palsu itu dikatakan bahwa Tek Cian-kim telah bunuh diri.
Tek Kong yang khawatir segera meninggalkan jabatannya dan menjadi petani. Dia memiliki dua orang anak, salah satunya adalah Tek Ceng. Namun waktu Tek Ceng berumur 8 tahun ayahnya meninggal sehingga dia terpaksa hidup dengan miskin. Saat kampungnya dilanda banjir, Tek Ceng berhasil ditolong oleh seorang petapa yang kemudian menjadi gurunya.
Sesudah besar, Tek Ceng bermaksud mengabdi pada kerajaan. Di sinilah Tek Ceng bertemu kawan-kawannya dan mengangkat saudara di "Paseban Berlaksa Bunga".
Petualangan Tek Ceng pun dimulai hingga dia bisa bertemu dengan bibinya. Dalam kisah ini ada banyak intrik yang dialami Tek Ceng untuk menjadi seorang jenderal besar. Di dalam kisah ini juga Tek Ceng bertemu dengan seorang hakim cerdik dan bijaksana seperti Pao Kong. Keduanya bahu-membahu delam membangun dan memajukan Dinasti Song.
Kiash Ban Hoa Lauw ini ditulis oleh Lu Wu, seorang yang hidup pada zaman Dinasti Ceng (Manchu tahun 1644-1911 Masehi). Cerita ini diangkat dari sebuah cerita rakyat berseri yang dimulai dari Ban Hoa Lauw, lalu berlanjut ke cerita Tek Ceng Ngo Houw Peng See dan Tek Ceng Ngo Houw Peng Lam.()

Judul : Ban Hoa Lauw
Karya : Lu Wu
Diceritakan Kembali : Marcus AS
Penerbit : Marwin
Harga Normal : Rp 60.000
Harga Diskon : Rp 50.000 (belum termasuk ongkos kirim)
Kondisi : Baru 100%
Pemesanan : WA/SMS 085920713061 atau email bukuklasik@gmail.com

Tuesday, 21 July 2015

Aksi Hakim Dee Mengungkap Kasus Pembunuhan Pensiunan Jenderal

Kisah Pembunuhan di Labirin Cina ini adalah salah satu kisah penting dalam serial roman detektif Hakim Dee karya Robert van Gulik. Betapa tidak karena kasus ini justru terjadi pada saat sang hakim baru saja duduk sebagai kepala daerah di Lan-fang, suatu daerah perbatasan di bagian paling barat dari Kekaisaran Tang (tahun 618 hingga 907 Masehi).
Hakim Dee dipindahkan dari Daerah Poo-yang di mana dia mengabdi selama hampir dua tahun ke Lan-fang pada tahun 670 Masehi. Begitu dia sampai di Lan-fang, sang hakim langsung diperhadapkan dengan keadaan dan gaya hidup orang daerah Lan-fang yang menjengkelkan. Maka sang kepala daerah harus menyesuaikan diri lagi.
Tapi belum lama menjabat, Hakim Dee langsung diperhadapkan dengan kasus pembunuhan aneh yang menimpa seorang pensiunan jenderal. Saat ditemukan, sang jenderal berada dalam suatu ruangan yang tertutup rapat sehingga tak mungkin pembunuhan itu dilakukan oleh orang luar keluarga sang jenderal.
Saat penyelidikan dilakukan, kasus ini bertambah rumit karena ternyata ada dugaan anak sang jenderallah yang menjadi calon tersangka utama dalam kasus pembunuhan tersebut. Belum sempat sang hakim membuktikan keterlibatan sang anak jenderal, tiba-tiba datang laporan bahwa ada kasus penculikan seorang gadis di daerah itu.
Ironisnya sang gadis juga disebut-sebut punya kaitan langsung dengan masalah hak waris sang jenderal. Maka semua alibi yang dikumpulkan oleh Hakim Dee terpaksa direkayasa ulang agar bisa menangkap siapa pembunuh sang jenderal serta apa ada kaitannya dengan kasus penculikan sang gadis. Di sinilah kita bisa melihat betapa piawainya Robert van Gulik dalam mengelola kasus demi kasus untuk mengikat para pembacanya.
Secara kehidupan nyata, sosok Hakim Dee adalah sosok seorang tokoh yang pernah ada. Dia dilahirkan pada tahun 603 M, di ibu kota Provinsi Xanxi yakni Tai-yuan. Dia adalah pejabat penting dalam Dinasti Tang. Hakim Dee diperkirakan meninggal pada tahun 700 Masehi.
Dia adalah seorang kepala daerah yang terkenal karena kesanggupannya untuk memecahkan persoalan kriminal yang rumit. Kehebatannya dalam memecahkan kasus mungkin setara dengan Bao Gong (Pao Kong) pada zaman Dinasti Song yang berkuasa antara tahun 960 sampai dengan tahun 1279. ()

Judul : Pembunuhan di Labirin Cina
Pengarang : Robert van Gulik
Penerbit : Suara Harapan Bangsa
Harga Normal : Rp 55.000
Harga Diskon : Rp 45.000
Kondisi : Baru 100%
Pemesanan : WA/SMS 085920713061 atau email bukuklasik@gmail.com

San Pek Eng Tay Kisah Latar Belakang Penggunaan Jati dan Bambu

Kisah San Pek Eng Tay atau Sam Pek Eng Tay memang bukanlah sebuah kisah yang asing bagi masyarakat Indonesia, khususnya kaum keturunan Tionghoa di tanah air. Sebab sejak tahun 1885, Boen Sing Hoo, seorang penulis keturunan Tionghoa sudah mengungkapkan kisah ini di dalam bukunya. Dia memberi judul bukunya dengan "Tjerita dahoeloe kala Negeri Tjina, Terpoengoet Tjeritaan Menjanjian Tjina Sam Pik Ing Taij."
Kemudian ke belakang ada juga beberapa penulis, termasuk juga penerjemah cersil OKT ikut menerjemahkan karya ini dalam versi lain. Tak hanya dalam versi tulis menulis, dalam versi drama panggung juga pernah dirilis versi lama kisah ini. Yang paling terkenal tentu saja drama San Pek Eng Tay garapan Teater Koma yang dipimpin oleh N. Riantiarno.
Tak heran kalau kemudian seorang guru besar sastera seperti Prof Dr Priono menuliskan kekagumannya pada kisah ini dalam majalah Tionghoa, "Sin Tjoen" di tahun 1956. Dia juga membandingkan kisah ini dengan Romeo and Juliet karya Shakespeare, atau Roro Mendut Pranacitra serta Tristan dan Isuet dari Prancis.
Di negeri asalnya sendiri, San Pek Eng Tay memang sangatlah dikenal. Selain disajikan dalam bentuk buku dan opera, kisah ini juga banyak disadur dalam beberapa versi serial dan film layar lebar. Sehingga kisah yang dilatarbelakangi kehidupan zaman Dinasti Goan atau Yuan (1271-1368 Masehi) ini jadi semakin populer.
Kisah San Pek Eng Tay sendiri bermula ketika Eng Tay, seorang perempuan Tionghoa berusaha ingin mendobrak tradisi kaum totok di daratan Tiongkok yang melarang kaum Hawa untuk melanjutkan pendidikannya. Dengan keteguhan hatinya, akhirnya orang tua Eng Tay mengizinkannya untuk melanjutkan studi. Namun karena zaman itu belum ada sekolah khusus bagi kaum perempuan, maka Eng Tay terpaksa harus menyamar jadi seorang pria.
Singkat cerita di sekolah baru itu, Eng Tay berkenalan dengan seorang pria lugu yang bernama San Pek. Diawali dengan sebuah "permusuhan kecil", akhirnya mereka pun terlibat dalam kisah asmara. Sayang, karena zaman itu perempuan tak punya hak untuk menentukan calon suaminya sendiri, orang tua Eng Tay sudah menjodohkan anaknya ini dengan pria lain sehingga cinta mereka tak bisa dipersatukan.
Karena cinta mereka terancam kandas, maka keduanya kemudian memutuskan untuk mengakhiri hidupnya secara bersama. Dan yang mengherankan dari kedua kuburan sepasang kekasih ini muncul pohon kayu jati dan bambu sebagai lambang cinta mereka yang dipersatukan. Konon inilah yang menyebabkan beberapa tukang kayu di Tiongkok dan juga Indonesia kerap mengunakan bambu sebagai pasak dari perabotan kayu jati yang mereka buat. Di Tiongkok sendiri orang selalu mengikat tahang kayu jati yang mereka buat dengan tali yang terbuat dari bambu.
Buku ini sendiri kian menarik karena disajikan dalam bentuk bergambar dan gambarnya masih sangat klasik. Sehingga pembaca tak hanya dapat menyaksikan keindahan cerita namun juga bisa menyaksikan keindahan lukisan bergaya chinese painting. ()

Judul : San Pek Eng Tay
Diceritakan Kembali : Marcus AS
Penerbit : Marwin
Kondisi : 100 % Baru
Harga Normal : Rp 30.000
Harga Diskon : Rp 25.000 (belum termasuk ongkos kirim)
Pemesanan : WA/SMS ke 085920713061 atau email bukuklasik@gmail.com

Monday, 20 July 2015

Cie Hong Kiam Cerita Pembalasan Anak Pembuat Pedang Mustika

Zaman Cian Kok atau Cun Ciu adalah zaman yang paling penting dalam sejarah perkembangan Tiongkok sebab di zaman ini ada banyak tradisi dan adat istiadat Tionghoa yang berlaku hingga saat ini. Maka tak heran kalau Zaman Negara-negara Berperang (475-221 SM) banyak menghasilkan cerita-cerita roman klasik Tiongkok bermutu.
Salah satu kisah yang menarik adalah kisah Cie Hong Kiam. Dalam kisah ini digambarkan ada seorang pandai besi yang ahli dalam membuat pedang mustika. Si pandai besi bernama Khan Ciang. Kemasyuran nama Khan Ciang telah dikenal ke seluruh Tiongkok.
Suatu kali Raja Couw yang kejam ketakutan negerinya direbut oleh orang lain, maka dia pun memesan sepasang pedang mustika kepada Khan Ciang. Syaratnya, pedang mustika itu harus lebih tajam dari pedang-pedang yang pernah dibuat Khan Ciang.
Karena tahu bahwa Raja Couw adalah seorang yang kejam, maka Khan Ciang tidak mau menyerahkan kedua pedang itu pada sang raja. Dia hanya akan menyerahkan satu pedang saja, sementara satu pedang lainnya akan disimpan untuk anaknya yang sedang di kandungan isterinya. Khan Ciang pun berpesan agar isterinya merawat anaknya untuk membalas dendam kepada Raja Couw.
Benar saja, ketika Khan Ciang menyerahkan pedang itu kepada Raja Couw, dia pun ditangkap dan dihukum mati oleh raja karena raja itu khawatir Khan Ciang akan membuat pedang mustika lain untuk orang lain.
Saat anak Khan Ciang sudah dewasa, dia mendapatkan pedang mustika ayahnya. Namun dia gagal membalas dendam karena pengawal Raja Couw berhasil menggagalkan usahanya. Beruntung dia diselamatkan oleh seorang yang berjuluk "si hitam". Si hitam inilah yang kemudian membalaskan dendam pada sang raja.
Kisah itu begitu menarik karena disajikan dalam bentuk cerita bergambar. Dan selain kisah Cie Hong Kiam ini, di dalam buku ini juga ada kisah Siang Su Sie yang tak kalah menarik.()

Judul : Cie Hong Kiam
Penerbit : Marwin
Harga Normal : Rp 25.000
Harga Diskon : Rp 20.000
Kondisi : 100 % Baru
Pemesanan : WA/SMS 085927013061 atau bukuklasik@gmail.com


Aksi Heroik Hakim Dee di Kala Liburan

Kisah Misteri Pemisah Ruang adalah salah satu kisah menarik yang ada di serial Hakim Dee karya Robert van Gulik. Dalam kisah ini Hakim Dee yang sedang berlibur di Kota Wei-ping, tiba-tiba terusik oleh kasus bunuh diri seorang saudagar kayu. Dasar Hakim Dee adalah seorang hakim yang punya naluri detektif mendarah daging, maka dia pun mulai ikut campur dalam kasus ini.
Bersama Chiao Tai, sahabat sekaligus bawahannya itu, Hakim Dee mulai mencari fakta-fakta seputar kematian si hartawan. Ketika penyelidikannya sudah menyasar pada seorang bankir yang menjadi sahabat si saudagar kayu, tiba-tiba muncul satu kasus baru yang tak kalah jelimet.
Kasus baru ini adalah kasus pembunuhan seorang isteri pejabat dan isteri pejabat ini kemudian diindikasikan telah melakukan sebuah skandal  Tak hanya itu, Hakim Dee dan stafnya itu juga menemukan sejumlah bukti yang dikait-kaitkan dengan sebuah pemisah ruang yang akhirnya menyingkap tabir penyelidikan iseng sang hakim.
Secara kehidupan nyata, sosok Hakim Dee adalah sosok seorang tokoh yang pernah ada. Dia dilahirkan pada tahun 603 M, di ibu kota Provinsi Xanxi yakni Tai-yuan. Dia adalah pejabat penting dalam Dinasti Tang. Hakim Dee diperkirakan meninggal pada tahun 700 Masehi.
Dia adalah seorang kepala daerah yang terkenal karena kesanggupannya untuk memecahkan persoalan kriminal yang rumit. Kehebatannya dalam memecahkan kasus mungkin setara dengan Bao Gong (Pao Kong) pada zaman Dinasti Song yang berkuasa antara tahun 960 sampai dengan tahun 1279. ()

Judul : Misteri Pemisah Ruang
Karya : Robert van Gulik
Penerbit : Suara Harapan Bangsa
Harga Normal : Rp 42.000
Harga Diskon : Rp 35.000 (belum termasuk ongkos kirim)
Kondisi : Baru 100%
Pemesanan : WA/SMS 085920713061 atau Email bukuklasik@gmail.com

Gak Hui Pahlawan di Balik Asal-usul Kue Cakwe

Masyarakat keturunan Tionghoa di seluruh dunia pastilah mengenal sebuah panganan bernama Cakwe. Panganan mirip roti goreng yang panjang ini begitu terkenal di beberapa wilayah pecinan dunia, termasuk di Indonesia.
Tapi tahukah Anda bahwa kue yang di negeri asalnya bernama Ya Ca-kwee atau Yu Zha Cin Kui ini sebenarnya adalah salah satu bentuk pembalasan dendam rakyat terhadap pengkhianat Negeri Song Selatan (1127-1279) yang bernama Cin Kwee?
Dalam buku ini digambarkan betapa Menteri Cin Kwee telah melakukan segala tipu muslihat dan fitnah terhadap seorang panglima besar Negeri Song Selatan yang bernama Gak Hui atau Yue Fei. Akibat fitnahan itu, Jenderal Gak Hui yang sangat setia harus dihukum mati.
Padahal sebenarnya Gak Hui adalah seorang jenderal yang sangat setia terhadap negaranya. Sangking setianya kepada negara, sejak dia kecil ibunya telah membuatkan sebuah syair tentang kecintaannya pada negara pada punggung Gak Hui.
Sebagai seorang jenderal, Gak Hui begitu luar biasa sehingga sangat ditakuti oleh musuh-musuh dari Negeri Song Selatan. Selama karirnya, Gak Hui telah menjalani 126 peperangan dan menariknya tak pernah sekalipun dia mengalami kekalahan. Sehingga bangsa nomaden dari Kerajaan Chin sangat takut kepadanya.
Maka kemudian mereka mencari cara untuk menaklukkan Gak Hui tanpa peperangan. Saat itulah mereka mengutus orang untuk menyusup dan menyuap Cin Kwee. Akibat suap itu, Cin Kwee kemudian menghasut Kaisar Song dengan mengatakan bahwa Gak Hui akan memberontak. Maka kemudian Gak Hui ditarik pulang dan akhirnya dihukum mati. Beruntung akhirnya Kaisar Song sadar, sehingga kemudian dia memulihkan (merehabilitasi) nama baik Gak Hui.
Karena kebencian masyarakat Tiongkok terhadap pengkhianatan Cin Kwee, maka kemudian masyarakat di sana membuat patung Cin Kwee untuk dilempari dan diludahi. Tak hanya itu, masyarakat Tiongkok kemudian membuat panganan khusus yang pembuatannya sengaja diplitir seperti mereka ingin memelintir leher Cin Kwee dan lalu menggorengnya sebelum dimakan. Kue ini kemudian dinamakan sebagai Cak Kwee. ()

Judul : Gak Hui
Penerbit : KCM Production
Harga Normal : Rp 40.000
Harga Diskon : Rp 30.000 (belum ongkos kirim)
Peminat : WA/SMS ke 085920713061 atau email bukuklasik@gmail.com

Pi Pa Chi Kisah Sindiran Bagi Pejabat yang Amoral

Kisah Pi Pa Chi adalah sebuah kisah drama Tionghoa yang termasyhur. Karena itu dia banyak dimainkan dalam sejumlah pertunjukan dan opera di Tiongkok. Di Indonesia sendiri, kisah ini sudah dikenal sejak tahun 1930, kisah ini disajikan dalam mingguan Penghidoepan.  Sementera di dunia barat atau versi Inggris, Pi Pa Chi diberi tajuk “The Story of Lute”.
Kisah ini sendiri berbicara tentang pasangan suami isteri yakni Chao Pochea dan ChouWu-niang. Kedua suami-isteri ini sangat miskin sehingga perekonomian keluarga mereka sangat memprihatinkan. Apalagi kedua orang tua Pochea juga sudah tua dan tak memiliki harta sehinga mereka harus menumpang bersama Chao Pochea dan ChouWu-niang.
Suatu hari Chao Pochea menyatakan kepada isterinya untuk berjuang mengikuti ujian saringan masuk sebagai pegawai negeri sipil (PNS) di ibu kota. Maka keduanya pun sepakat membagi tugas, Chao Pochea akan mencari peruntungan baru sementara sang isteri harus menjaga dua orang tua Pochea. Jika Pochea sudah sukses dia berjanji akan kembali untuk mengangkat kehidupan keluarganya.
Namun nasib berkata lain, Pochea memang sukses meraih semua mimpinya. Dia berhasil menjadi seorang pejabat, bahkan karirnya semakin sukses karena dia diangkat menjadi seorang menantu perdana menteri. Sayang saat dia sukses, dia melupakan sang isteri dan kedua orang tuanya. Dia asyik dengan kehidupan barunya, sementara sang isteri harus berjuang sendiri dengan penuh prihatin.
Suatu kali sang isteri menemui isteri baru Chao Pochea dan menceritakan semua apa yang terjadi. Beruntung isteri baru Pochea berhati luhur sehingga dia berhasil membujuk Pochea untuk mengakui Chao Wu-niang.
Sepintas kisah ini hanyalah sebuah kisah biasa, namun kalau kita merujuk pada kisah di balik latar belakang penulisannya, kisah ini jadi sebuah kisah luar biasa. Karena Kao Ming si penulis kisah ini adalah seorang pejabat di zaman Dinasti Goan (1271-1368).
Konon Kao Ming tergerak menulis kisah ini karena ingin menyindir seorang pejabat tinggi yang juga sahabatnya. Pejabat itu bernama Wang Tse yang melupakan keluarganya sehingga pejabat ini dia anggap sebagai pejabat amoral. Maka itulah Kao Ming menulis kisah bertajuk PI Pa Chi, dimana dua huruf Pi Pa identik dengan kata “Wang” dan Chi yang identik dengan kata “Tze”.
Setelah Dinasti Yuan runtuh, kaisar pertama Dinasti Ming yakni Chu Hong Bu atau Chao Hongzu (1468-1498) sempat membaca kisah Pi Pa Chi ini. Dia sangat kagum akan nasihat yang terkandung di dalam kisah ini sehingga Chu Hong Bu mengundang  Kao Ming untuk menjadi pejabat di kerajaannya.  Namun Kao Ming menolak dengan alasan dia sudah tua.  ()

Judul : Pi Pa Chi
Karya : Kao Ming
Diceritakan Kembali Oleh : Lauw Eng Hoeij
Penerbit : KCM Production
 Harga Normal : Rp 40.000
Harga Diskon : Rp 30.000 (belum ongkos kirim)
Pemesanan : WA /SMS 085920713061
Email : bukuklasik@gmail.com

Sunday, 19 July 2015

Menjerat Ahli Strategi Khong Beng dalam Pernikahan

Khong Beng atau Zhuge Liang adalah salah satu tokoh sentral dalam roman klasik Sam Kok. Kepiawaiannya dalam mengatur strategi perang membuat majikannya Lauw Pi meraih beberapa kali kemenangan. Bahkan Lauw Pi akhirnya bisa mendirikan sebuah kerajaan baru setelah keruntuhan Dinasti Han. Kecerdikan dalam mengelabuhi lawannya, kerap membuat lawannya seperti Co Coh jadi gregetan.
Kalau ditanya bagaimana Khong Beng dan peranannya dalam Sam Kok, jelas ada banyak sekali orang yang mampu membeberkan kehebatannya. Namun tak banyak orang yang mengetahui bagaimana kehidupan percintaan pribadi si tokoh.
Kisah perkawinan Khong Beng ini dimulai ketika Dinasti Han yang berkuasa tahun 206 Sebelum Masehi sampai 220 Masehi  mulai mengalami masa-masa kejatuhan. Di mana para Thay Kam begitu berkuasa dan menggerogoti kekuasaan kaisar. Saat itu ada seorang menteri setia yang bernama Ui Sin Gan yang setia mengajukan petisi agar kaisar tidak menuruti semua kata-kata para Thay-kam. Karena petisi itu, para Thay-kam akhirnya berusaha menyingkirkan sang menteri setia, bahkan menghasutnya di depan kaisar.
Karena posisinya terdesak, Ui Sin Gan dan puterinya Ui Giok Eng terpaksa harus menyingkir dari ibu kota. Berbagai kesulitan pun harus dialami oleh puteri Ui Sin Gan ini sampai dia harus terpisah dengan puterinya.
Sang puteri pun terjerat masuk perangkap para germo. Beruntung dia berhasil selamat dari jerat itu. Ui Giok Eng pun terpaksa tinggal di sebuah keleteng. Beruntung dia berhasil diselamatkan oleh seorang cendikiawan dan berusaha dijodohkan dengan seorang ahli strategi yang bernama Khong Beng.
Namun kisah percintaan antara Khong Beng dan Ui Giok Eng tak berlangsung mulus. Karena sang ahli strategi ini tak serta merta mau dijodohkan dengan puteri menteri setia Dinasti Han ini. Para sahabat Khong Beng yang kecewa dengan penolakan itu, berusaha menjebak Khong Beng agar bisa menikah dengan Ui Giok Eng. Karena telah terjebak, Khong Beng pun terpaksa melamar sang gadis. ()


Judul : Perkawinan Khong Beng
Diceritakan Kembali Oleh : Marcus A. S.
Penerbit :  MARWIN
Harga Normal : Rp 40.000
Harga Diskon : Rp 25.000 (belum termasuk ongkos kirim)
Pemesanan : WA /SMS 085920713061


Saturday, 18 July 2015

Beng Lee Kun, Kisah Emansipasi Perempuan Ala Negeri Tiongkok

Kisah Beng LeeKun atau Meng Li-chun adalah kisah yang dilatarbelakangi pemerintahan zaman Dinasti Goan atau Yuan (1271 – 1368 Masehi). Dalam kisah yang berjudul asli Tsai Sheng Yuan atau Dilahirkan Kembali atau juga Perjodohan Sesudah Penitisan ini, si penulisnya ingin menggambarkan tentang seorang perempuan bangsawan yang gigih dalam upaya menyelamatkan kekasihnya dari fitnah. Ketika itu Tiongkok dikuasai oleh Kaisar Sie Couw atau Shizu (yang berkuasa antara tahun 1260–1294 Masehi).
Kepandaiannya dalam ilmu surat (Bu) yang sangat luar biasa dimanfaatkannya betul, sehingga sang gadis rela menyamar menjadi seorang pemuda dan mengikuti ujian negara.  Tak dikira ternyata dia lulus dan memperoleh jabatan yang cukup tinggi. Ini tentu sebuah keadaan yang tak bisa didapat oleh seorang wanita di zaman itu.
Ketika menjadi pejabat, selain berusaha menyembunyikan jati dirinya sebagai perempuan, Beng Lee Kun juga harus menjalankan tugas-tugas yang biasa dilakukan kaum Adam ini dengan sangat baik. Akhirnya dia pun menjadi seorang menteri kepercayaan, bahkan perdana menteri.
Singkat cerita penyamarannya sebagai laki-laki pun terbongkar, namun yang menarik kaisar tidak menghukumnya dan malah jatuh cinta pada perdana menterinya itu. Meski Beng Lee Kun terus-menerus menolak, kaisar tetap berusaha menunjukkan cintanya. Sampai akhirnya, cinta kaisar bertepuk sebelah tangan karena Ibu Suri mengangkat Beng Lee Kun menjadi anaknya.
Oleh sebagian besar orang Tionghoa zaman dahulu, kisah Beng Lee Kun ini memang dianggap tak sehebat kisah roman Sam Kok atau Shui Hu Chuan yang begitu kolosal. Dalam hikayat sastera Tiongkok, konon sebuah karya baru dianggap sastera jika minimal terdiri dari 100 bab, sementara karya-karya yang kurang kolosal seperti Beng Lee Kun hanya dianggap sebagai Hsiao-shuo alias omongan kecil. Walau sebenarnya kisah Beng Lee Kun ini tetap dapat dianggap sebagai roman bermutu di era saat ini.
Namun karena dianggap kurang populer itulah, maka dulu jarang ada orang yang tahu siapa penulis Beng Lee Kun ini. Namun sebuah buku bertajuk “Chinese Women Through Chinese Eyes” karya Li Yuning yang terbit tahun 1991 ini telah mengungkapkan siapa penulis karya ini.
Penulis karya ini ternyata adalah seorang wanita yang bernama Chen Tuan Sheng dan Liang Te-shen. Dikatakan Yu-ning bahwa kedua penulis perempuan ini dalam kehidupan tulis-menulisnya di antara tahun 1751-1847 Masehi juga terpaksa menyamarkan diri sebagai seorang penulis laki-laki.
Dalam analisanya, Li Yuning seperti ingin menggambarkan bahwa betapa lemahnya peranan wanita di Tiongkok kala itu, sehingga si penulis yang juga dua orang wanita ini ingin “memproklamirkan” gerakan emansipasi melalui karya bertajuk Tsai Sheng Yuan ini.()

Judul : Beng Lee Kun 1-2 (Tamat)
Diceritakan Kembali : Marcus AS
Penerbit : Suara Harapan Bangsa
Harga Normal : Rp 200.000
Harga Diskon : Rp 150.000 (belum termasuk ongkos kirim)
Kondisi : Baru 100 %
Pemesanan : WA /SMS 085920713061

Belajar Kesempurnaan dari Roman Xi You



Roman Xi You (Xi You Ji) atau See Yu (See Yu Ki) adalah salah satu roman legendaris dari daratan Tiongkok. Kisah ini menceritakan bagaimana perjalanan biksu Tang Sanzang (Tong Sam Cong) dari Dinasti Tong mengambil kitab suci ke Negeri India (Barat).
Dalam kisah yang ditulis oleh Wu Cheng En ini dikisahkan bahwa dalam perjalanan mengambil kitab suci ini, sang biksu yang konon diutus oleh Kaisar Tang Taizhong (Tong Thay Cong) atau Li Shimin atau Li Si Bin yang berkuasa antara tahun 626 sampai 649 Masehi. Dalam perjalanan mengambil kitab suci ini, sang pendeta harus mengalami banyak kesulitan, tapi beruntung Sun Wukong selalu punya cara untuk menyelamatkan sang guru.
Meski dalam kisah aslinya, pendeta Sanzang hanya mengambil kitab suci seorang diri, tapi Wu Cheng En yang diperkirakan lahir pada zaman dinasti Ming atau Beng (antara tahun 1368 sampai 1644 Masehi )ini sengaja menghadirkan tiga murid si pendeta dalam karya fiksinya. Demikian hebatnya cerita ini bagi masyarakat Negeri Tirai Bambu, hingga roman ini disebut-sebut sebagai salah satu dari lima roman paling populer di kalangan Tionghoa hingga saat ini.
Kelima roman itu adalah Sam Kok atau San Guo Yen I, Shui Hu Chuan atau 108 Pendekar Liang Shan, Hung Luo Meng dan Tong Ciu Liat Kok atau Dong Zhuo Luo Guo dan terakhir tentu saja Xi You ini.  Konon kalau kita telah membaca kisah-kisah Sam Kok, Shui Hui Chuan dan Dong Zhuo tadi, ilmu yang kita miliki tak akan sempurna sebelum membaca roman Xi You ini.
Kaum Tionghoa percaya bahwa dengan membaca Sam Kok, Shui Hu Chuan dan Tong Ciu Liat Kok seseorang akan jadi sangat pandai strategi dan bisa menguasai dunia, namun hal itu belum sempurna karena jika hanya ilmu strategi tanpa memiliki kebajikan seperti yang diajarkan dalam Xi You ini maka si manuisa tak akan sempurna dan cenderung punya tabiat jahat.
Karena dalam kisah tentang Tang Sanzang ini, kita dihadapkan pada tiga sifat dasar manusia dalam diri tiga murid pendeta ini. Pertama adalah sifat Sun Wukong (Sun Go Kong) yang pandai, namun dia punya kecenderungan untuk bertindak di luar batas kewajaran karena nafsu dan emosinya yang tak terkendali.
Sementara Zhu Bajie (Ti Pat Kay) adalah gambaran seorang manusia yang rakus seperti babi dan tak punya malu jika syahwatnya datang. Dia cenderung ceroboh dan menghalalkan segala cara demi memuluskan semua ambisinya.
Sedangkan Sha Wujing (See Gouw Ceng) adalah gambaran murid yang baik dan polos, namun dia mudah diperdaya oleh orang lain. Kelebihan lain dari si murid ketiga Tang Sanzang ini adalah dia sangat setia walau dalam kondisi apapun. Maka ketiga sifat inilah yang coba diredakan oleh sang guru yang arif dan bijaksana. ()

Judul : Xi You 1- 5
Penulis : Wu Cheng En
Penerbit : Bhuana Sastra
Harga Normal : Rp 360.000
Harga Diskon : Rp 300.000 (belum termasuk ongkos kirim)
Kondisi : Baru 100 %
Pemesanan : WA /SMS 085920713061

Thursday, 9 July 2015

Kisah Percintaan Siluman Ular Putih



Kisah Legenda Ular Putih atau yang lebih dikenal sebagai Ouw Peh Coa adalah sebuah kisah menarik dari Negeri Tiongkok. Ada banyak sekali versi yang dikeluarkan berkaitan dengan kisah ini.
Di Indonesia sendiri, kisah ini sudah sering diterbitkan dalam beberapa versi, baik dalam bentuk komik maupun cerita biasa. Kisah ini semakin populer karena beberapa kali Teater Koma pimpinan N. Riantiarno mementaskannya dalam beberapa tahun terakhir ini. Tentu saja, kisah ini disajikan dengan gaya satire khas teater yang sering diberangus di masa Orde Baru ini.
Di Negeri asalnya sendiri, roman ini sudah dimainkan juga dalam beberapa fragmen, opera, serial telivisi ataupun film. Khusus untuk film saja ada banyak sekali versinya, ada New Legend of Madame White Snake yang dibintangi oleh Angie Chiu dan Cecillia Yip. Namun ada juga  “The Sorcerer and the White Snake” yang diperankan oleh Jet Li.  
Roman klasik Tiongkok ini sendiri sebenarnya berlatar belakang Dinasti Goan (Dinasti Mongol) yang mengisahkan perkawinan seorang pemuda bernama Han Bun dengan siluman ular putih yang bernama Pai Su Cen yang menjelma jadi seorang wanita cantik. 
Namun perkawinan mereka tidak langgeng karena diusik oleh Biksu Hoat Hay Siansu yang bermusuhan dengan siluman ular putih. Ujian cinta terberat Pai Su Cen dan Han Bun pun terjadi. Akhirnya siluman ular putih itu harus mengalami penderitaan ditindih Pagoda Lui Hong Tah. Untung sahabatnya siluman ular hijau berhasil membebaskannya.
Kisah ini memang sangat menarik hingga banyak orang kemudian merasa penasaran dan ingin sekali melihat pagoda penindih siluman ular putih yang ada di Telaga Barat (See-ouw).


Judul : Legenda Ular Putih (Hard Cover)
Diceritakan Kembali : Marcus AS
Penerbit : Suara Harapan Bangsa
Harga Normal : Rp 120.000
Harga Diskon : Rp 100.000 (belum termasuk ongkos kirim)
Kondisi : Baru 100 %
Pemesanan : WA /SMS 085920713061