Thursday, 29 January 2015

Kisah Lo Tong, Antara Sejarah dan Fiksi



Kisah Lo Tong Ceng Souw Pak atau Lo Tong Berperang ke Utara adalah salah satu bagian kisah epos dari Negeri Tong (Tang) di bawah pemerintahan Kaisar Tong Thay Cong atau Lie Sie Bin. Kisah ini merupakan kisah lanjutan dari serial Cap Peh Loan Ong atau Wa Kang yang merupakan kisah berdirinya Dinasti Tong (618-907 M).
Setelah ayah Lie Sie Bin yang bernama Li Yan berhasil mendirikan Kerajaan Tong bersama 18 pendekar yang mendampinginya dalam kisah Wa Kang, pemerintahan dinasti ini tak berlangsung mulus. Di awal-awal berdirinya dinasti ini, banyak sekali pemberontakan yang terjadi termasuk pemberontakan saudara-saudara Lie Sie Bin.
Ketika semua pemberontakan itu berhasil dipadamkan Lie Sie Bin, dia naik pun naik tahta dengan gelar menjadi Kaisar Tong Thay Cong. Meski tahta kekaisaran telah dipegangnya, Lie Sie Bin masih terus melakukan invasi ke beberapa daerah untuk memperluas wilayah.
Kisah-kisah tentang invasi militer yang dilakukan Lie Sie Bin hadir dalam beberapa cerita epos seperti kisah Sie Jin Kwie Ceng Tang, Sie Jin Kwie Ceng See, termasuk kisah Lo Tong Ceng Souw Pak (Lo Tong Berperang ke Utara) ini.
Seperti biasa, Lie Sie Bin yang selalu memimpin pasukannya dalam peperangan melawan musuh, dalam kisah kali ini pun Lie Sie Bin turun langsung melawan bangsa Pak Hoan yang telah menghina dirinya. Dalam peperangan itu, Lie Sie Bin masih didampingi oleh jago-jagonya seperti Cin Siok Po, Uttie Kiong, Thia Kauw Kim dan tentu saja penasihatnya yang cerdas Cie Bouw Kong.
Meski demikian, toh pasukan Tong tak selamanya bisa memenangkan peperangan dan akhirnya mereka harus mengirim Thia Kauw Kim pulang ke Tiong-goan untuk mencari jago muda dalam upaya membebaskan Lie Sie Bin dari kepungan bangsa Pak Hoan. Dalam pencarian itu, muncullah seorang pemuda gagah bernama Lo Tong yang akhirnya menjadi panglima perang Kerajaan Tong.

Antara Sejarah dan Fiksi
Seperti juga kebanyakan kisah roman Negeri Tiongkok, kisah Lo Tong ini pun diperkirakan merupakan kisah campuran antara fiksi dan sejarah. Itu sebabnya kami menyebutnya sebagai sebuah kisah kepahlawanan atau epos. Di mana tokoh Lo Tong digambarkan demikian perkasa dan bisa menaklukkan musuh-musuhnya seperti juga Sie Jin Kwie dalam kisah dari Kerajaan Tong.
Kalau kita tarik garis lurus, sebenarnya kisah Lo Tong ini memang tidak terlalu populer dibandingkan dengan kisah-kisah dari Kerajaan Tong lainnya. Karena kisah ini hanyalah sebuah bagian kecil dari cerita tentang sejarah Dinasti Tong.
Namun jika pembaca ingin melengkapi seluruh roman klasik Tiongkok dari zaman Tong, tentu pembaca tidak afdol jika tidak membaca kisah ini. Karena meskipun sebenarnya kisahnya seperti berjalan sendiri-sendiri, kisah kejayaan Kerajaan Tong ini setidaknya harus diikuti dalam lima roman Tiongkok di era ini di samping kisah Sun Gouw Kong atau See Yu.
Sebab kisah dan peranan Lie Sie Bin dalam membangun Dinasti Tong ketika menguasai Tiongkok dimulai dengan kisah Cap Peh Loan Ong atau Wa Kang, kemudian dilanjutkan dengan Lo Tong Ceng Souw Pak, Sie Jin Kwie Ceng Tang dan Sie Jin Kwie Ceng See dan akhirnya ditutup dengan kisah Hong Kiauw Li Tan. Jika pembaca sudah membaca keseluruhan kisah ini ditambah roman See Yu, secara garis besar pembaca telah membaca seluruh riwayat berlatar belakang Negeri Tong.

Judul : Lo Tong Berperang ke Utara
Diceritakan Kembali : Wahyu Wibisana
Penerbit : Suara Harapan Bangsa
Harga Normal : Rp 40.000
Harga Diskon : Rp 30.000
Pemesanan : WA /SMS 085920713061
Email : bukuklasik@gmail.com

Wednesday, 28 January 2015

Mengenal Tradisi dan Hari Raya Tionghoa




Ada banyak sekali perayaan dan persembahyangan dalam tradisi Tiongkok lama yang dilakukan bangsa ini, baik di negeri asalnya maupun di seluruh dunia. Kalau diikuti, mungkin hampir setiap hari akan ada persembahyangan yang harus dirayakan oleh keturunan Tionghoa. Namun hanya beberapa perayaan saja yang biasa dirayakan.
Sayang, sejak zaman Orde Baru, sejumlah tradisi ini sempat terberangus karena rezim ini sengaja membatasi ruang gerak agama dan kebudayaan Tionghoa di negeri ini. Itu sebabnya, diakui atau tidak, banyak orang Tionghoa Indonesia yang hanya merayakan perayaan tersebut tanpa mengerti makna dari perayaan itu sendiri.
Buku Hari Raya Tionghoa ini akan coba menjabarkan sejarah, makna dan tujuan dari perayaan yang masih dilakukan oleh etnis Tionghoa dari dulu hingga sekarang. Buku ini juga diharapkan dapat menjadi referensi bagi para generasi muda Tionghoa, mereka yang tertarik mempelajari ataupun peneliti kebudayaan Tionghoa sendiri.
Penulisnya, Marcus AS mengambil sejumlah literatur lama dan pengalaman pribadinya, lalu merangkum dan mengolahnya menjadi sebuah buku baru yang dapat bermanfaat bagi pembacanya. 
Dalam buku ini, Marcus AS menceritakan soal penciptaan penanggalan Tionghoa, penciptaan 12 shio, Hari Raya Imlek berikut tradisi-tradisinya, Hari Raya Peh Cun, Ceng Beng, Tang Ceh dan sebagainya. Menariknya, semua itu dituturkan dalam gaya bahasa cerita layaknya sebuah novel.

Judul : Hari Raya Tionghoa
Penulis : Marcus AS
Penerbit : Suara Harapan Bangsa
Harga Normal : Rp 75.000
Harga Diskon : Rp 60.000

Pemesanan : WA /SMS 085920713061
Email : bukuklasik@gmail.com

Sie Jin Kwie Berperang ke Negeri Sihir



Tentu pembaca masih ingat, ketika tahu 2011-2012 lalu, Teater Koma, salah satu teater kondang di Indonesia menggelar pertunjukkan bertajuk “Sie Jin Kwie Kena Fitnah” dan “Sie Jin Kwie di Negeri Sihir”. Dalam pertunjukkan yang berlangsung selama 4 jam dan digelar selama satu bulan itu, para penonton “dibius” oleh permainan apik anggota Teater Koma.
Kisah ini merupakan salah satu cungkilan dari kisah Roman Klasik Tiongkok, Sie Jin Kwie Ceng See yang sangat termasyhur. Dalam kisah ini diceritakan bagaimana Sie Jin Kwie yang dinilai berhasil kala menaklukkan Negeri Ko-le-kok telah difitnah oleh salah satu  paman kaisar. Akibatnya Sie Jin Kwie pun harus dipenjara sebelum akhirnya kembali ditunjuk sebagai Goanswee (jenderal) yang akan memimpin peperangan melawan bangsa See-hoan.
Dalam peperangan itu, Sie Jin Kwie harus berhadapan dengan jenderal gagah yang bernama Souw Po Tong. Sejumlah panglima bawahan Sie Jin Kwie pun harus kerepotan bahkan tewas di tangan Souw Po Tong yang gagah. Hingga dalam suatu kesempatan, Jenderal Sie Jin Kwie malah tewas di tangan Sie Teng San yang merupakan anaknya sendiri.
Beruntung Sie Teng San kemudian dipercaya melanjutkan dan mengemban  tugas ayahnya untuk berperang ke Negeri See-hoan. Tapi ternyata kemampuan Sie Teng San, tidak sebanding dengan kemampuan para panglima See-hoan yang memiliki ilmu sihir yang luar biasa. Bahkan Sie Teng San pun harus dikalahkan oleh seorang panglima wanita See-hoan yang bernama Hoan Lee Hoa.
Beruntung kemudian panglima wanita ini malah jatuh cinta pada ketampanan Sie Teng San dan bersedia menakluk pada Dinasti Tang, asalkan Sie Teng San mau menikahinya. Sementara Sie Teng San yang keras kepala tetap berkeras tak mau memiliki isteri dari bangsa musuh. Kisah cinta dua insan ini pun jadi kian menarik karena terjadi di antara peperangan dua bangsa.

Judul : Sie Jin Kwie Ceng See

Penulis : Tio Keng Jian
Diceritakan Kembali : Marcus AS
Penerbit : Suara Harapan Bangsa
Harga Normal : Rp 115.000
Harga Diskon : Rp 90.000

Pemesanan : WA /SMS 085920713061
Email : bukuklasik@gmail.com

Tuesday, 27 January 2015

Menelusuri Kisah Pembentukan Aliansi Negara-Negara Pertama



Dalam sejarah bangsa Tiongkok, salah satu periodisasi yang paling menarik adalah masa musim semi dan musim gugur (Tong Ciu Liat Kok) yang kemudian dilanjutkan dengan kisah 5 negara berperang (Cun Ciu Ngo Pa).
Sehingga tak heran kalau banyak sekali tokoh-tokoh hebat yang muncul dalam periodisasi ini. Sebut saja tokoh Sun Tzu, Sun Pin, Bang Koan, Kut Peng alias Kut Goan, Souw Cin, Thio Gie dan masih banyak lagi. Tokoh-tokoh ini adalah ahli-ahli strategi yang hingga saat ini masih dikenang dan ilmunya banyak dipelajari sebagai siasat atau strategi perang atau bisnis.
Demikian hebatnya kisah ini, sehingga pimpinan Partai Komunis Cina ternama macam Mao Tse Tung (Mao Zedong) menyatakan bahwa bangsa Tiongkok tidak boleh melupakan kisah ini. Karena selain strategi dan siasat, dalam kisah ini juga ada banyak sekali nilai-nilai moral dan kemanusiaan yang dapat dipetik.
“Catatan-catatan yang ada dalam zaman musim semi dan musim gugur serta negara-negara berperang adalah catatan-catatan khas yang luar biasa. Sehingga sampai saat ini, kisah-kisah yang ada di dalamnya masih dicintai bahkan dipakai sebagai tradisi mereka 1). Nilai-nilai yang dikandung dalam kisah ini menjadi sebuah peradaban klasik dari Negeri Cina yang patut dipelajari terus,” kata Mao.
Tampaknya, apa yang dikatakan Mao Tse Tung ini memang tidak berlebihan. Karena toh ada banyak penulis-penulis klasik Tiongkok yang berupaya mengabadikan dua zaman ini menjadi karya yang penuh nilai. Salah satu penulis yang terkenal adalah Kong Hu Cu yang mengabadikan dan menyunting kisah ini.
Di Indonesia sendiri, Kisah Tong Ciu Liat Kok ini pernah terbit secara utuh maupun secara cungkilan. Kisah yang utuh bertajuk Tong Ciu Liat Kok, sementara kisah-kisah cungkilannya adalah Cun Ciu Ngo Pa (Lima Jago Cun Ciu), Kisah-kisah Dong Zhou, Sun Bang Yan Gie, Tong See Han, Souw Cin Thio Gie dan banyak lagi.
Kesemua kisah itu sangat dinikmati terutama oleh generasi yang hidup pada tahun 1930 hingga 1960an. Hal ini karena kisah-kisah ini dianggap sebagai kisah klasik untuk mempelajari karakter manusia.
Dari sekian banyak kisah dalam cukilan Kisah Tong Ciu Liat Kok ini, kisah Souw Cin Thio Gie ini adalah salah satu kisah yang cukup menonjol. Karena kisah ini ingin menceritakan bagaimana dua orang saudara seperguruan harus “bertempur” demi meraih cita-cita pribadinya.
Souw Cin sendiri adalah seorang diplomat yang lahir pada abad 284 SM. Sebelum menjadi seorang diplomat, dia berguru pada seorang pandai yang bernama Kwi Kok Siansu. Setelah mengalami masa-masa sulit karena tidak dipercaya oleh beberapa negara, dia akhirnya diterima oleh Negeri Tio untuk menjadi penasihat di sana.
Namun dalam perjalanannya, negeri tempatnya bekerja kerap mendapat ancaman dari Negeri Cin, salah satu negeri yang akhirnya dapat mempersatukan daratan Tiongkok. Kemudian atas dasar ancaman itu, dia mengusulkan pembentukan aliansi enam kerajaan yakni Han, Yan, Gui, Tio, Couw dan Cee. Tapi belum sempat aliansi itu terbentuk, Kerajaan Cin yang sedang gencar-gencarnya melakukan invasi militer ke beberapa negara sudah datang mengancam. Maka Souw Cin pun kemudian “memperalat” saudara seperguruannya Thio Gie atau Zhang Yi ( 309 SM) agar bekerja pada Negeri Cin. Maksudnya agar Thio Gie meredam pergerakan Negeri Cin dari dalam.
Pada awalnya strategi Souw Cin bisa berhasil, tapi kemudian Thio Gie juga yang meruntuhkan strateginya itu dengan siasat yang berlawanan.
Di satu sisi, Souw Cin begitu gigih untuk mempertahankan aliansi vertikal di mana setiap negara berusaha digabungkan dan dipimpin oleh ketua aliansi agar tercipta kedamaian di seluruh Tiongkok. Namun di sisi lain, Thio Gie terus berjuang lewat aliansi horisontal di mana Kerajaan Cin yang besar akan bekerja sama dengan kerajaan lain untuk meruntuhkan aliansi negara-negara kecil yang dibangun Souw Cin. Dua kutub teori ini akhirnya “saling bersinggungan” di lapangan yang kemudian membuat kisah ini menarik.
Meski tak berseteru secara fisik seperti dua kakak seperguruannya Sun Pin dan Bang Koan, kedua murid Kwi Kok Siansu ini tetap saja berseteru untuk memperebutkan predikat sebagai ahli strategi terbaik kala itu. Intinya antara Souw Cin dan Thio Gie tetap ada semacam “perang dingin”.
Namun ada yang menarik dalam kisah ini, bagaimana Thio Gie tetap setia membalas hutang budi yang ditanamkan Souw Cin kala dirinya sedang berusaha mencari pekerjaan. Sebagai lelaki sejati, Thio Gie tak berani menyerang Negeri Tio, tempat Souw Cin bernaung meskipun dia memiliki banyak kesempatan. Bahkan dia juga berusaha menghindarkan orang yang telah membantunya secara moril dan finansial ini, dari bahaya serangan Negeri Cin.
Anehnya, sikap santun ini berubah 180 derajat ketika dia mulai mencoba menaklukkan kerajaan-kerajaan kecil pasca Souw Cin meninggal. Sehingga dia kerap dianggap tidak “bermoral” karena beberapa kali memperdaya lawan-lawannya dengan cara yang licik.  

***


1)   Sejarah tentang asal mula masyarakat Tionghoa mengenal Ba-cang yang merupakan penghargaan terhadap jasa Kut Goan atau Kut Peng yang menceburkan diri dalam sungai adalah tradisi dari zaman ini. Atau tradisi makan dingin di Hari Raya Imlek juga berasal dari zaman ini.

Judul : Souw Cin Thio Gie
Diceritakan Kembali : Wahyu Wibisana
Penerbit : PT Suara Harapan Bangsa
Herga Normal : Rp 35.000
Harga Diskon : Rp 30.000

Pemesanan : WA /SMS 085920713061
Email : bukuklasik@gmail.com