Dalam sejarah bangsa Tiongkok,
salah satu periodisasi
yang paling menarik adalah masa musim semi dan musim gugur (Tong Ciu Liat Kok)
yang kemudian dilanjutkan dengan kisah 5 negara berperang (Cun Ciu Ngo Pa).
Sehingga tak heran kalau banyak
sekali tokoh-tokoh hebat yang
muncul dalam periodisasi ini. Sebut saja tokoh Sun Tzu, Sun Pin, Bang Koan, Kut
Peng alias Kut Goan, Souw Cin, Thio Gie dan masih banyak lagi. Tokoh-tokoh ini
adalah ahli-ahli strategi yang hingga saat ini masih dikenang dan ilmunya
banyak dipelajari sebagai siasat atau strategi perang atau bisnis.
Demikian hebatnya kisah ini,
sehingga pimpinan Partai Komunis Cina ternama macam Mao Tse Tung (Mao Zedong)
menyatakan bahwa bangsa Tiongkok tidak boleh melupakan kisah ini. Karena selain
strategi dan siasat, dalam kisah ini juga ada banyak sekali nilai-nilai moral
dan kemanusiaan yang dapat dipetik.
“Catatan-catatan yang ada dalam
zaman musim semi dan musim gugur serta negara-negara berperang adalah
catatan-catatan khas yang luar biasa. Sehingga sampai saat ini, kisah-kisah
yang ada di dalamnya masih dicintai bahkan dipakai sebagai tradisi mereka 1).
Nilai-nilai yang dikandung dalam kisah ini menjadi sebuah peradaban klasik dari
Negeri Cina yang patut dipelajari terus,” kata Mao.
Tampaknya, apa yang dikatakan Mao
Tse Tung ini memang tidak berlebihan. Karena toh ada banyak penulis-penulis
klasik Tiongkok yang berupaya mengabadikan dua zaman ini menjadi karya yang
penuh nilai. Salah satu penulis yang terkenal adalah Kong Hu Cu yang
mengabadikan dan menyunting kisah ini.
Di Indonesia sendiri, Kisah Tong
Ciu Liat Kok ini pernah terbit secara utuh maupun secara cungkilan. Kisah yang
utuh bertajuk Tong Ciu Liat Kok, sementara kisah-kisah cungkilannya adalah Cun
Ciu Ngo Pa (Lima Jago Cun Ciu), Kisah-kisah Dong Zhou, Sun Bang Yan Gie, Tong
See Han, Souw Cin Thio Gie dan banyak lagi.
Kesemua kisah itu sangat dinikmati
terutama oleh generasi yang hidup pada tahun 1930 hingga 1960an. Hal ini karena
kisah-kisah ini dianggap sebagai kisah klasik untuk mempelajari karakter
manusia.
Dari sekian banyak kisah dalam
cukilan Kisah Tong Ciu Liat Kok ini, kisah Souw Cin Thio Gie ini adalah salah
satu kisah yang cukup menonjol. Karena kisah ini ingin menceritakan bagaimana
dua orang saudara seperguruan harus “bertempur” demi meraih cita-cita
pribadinya.
Souw Cin sendiri adalah seorang
diplomat yang lahir pada abad 284 SM. Sebelum menjadi seorang diplomat, dia
berguru pada seorang pandai yang bernama Kwi Kok Siansu. Setelah mengalami
masa-masa sulit karena tidak dipercaya oleh beberapa negara, dia akhirnya
diterima oleh Negeri Tio untuk menjadi penasihat di sana.
Namun dalam perjalanannya, negeri
tempatnya bekerja kerap mendapat ancaman dari Negeri Cin, salah satu negeri
yang akhirnya dapat mempersatukan daratan Tiongkok. Kemudian atas dasar ancaman
itu, dia mengusulkan pembentukan aliansi enam kerajaan yakni Han, Yan, Gui,
Tio, Couw dan Cee. Tapi belum sempat aliansi itu terbentuk, Kerajaan Cin yang
sedang gencar-gencarnya melakukan invasi militer ke beberapa negara sudah
datang mengancam. Maka Souw Cin pun kemudian “memperalat” saudara
seperguruannya Thio Gie atau Zhang Yi ( 309 SM) agar bekerja pada Negeri Cin.
Maksudnya agar Thio Gie meredam pergerakan Negeri Cin dari dalam.
Pada awalnya strategi Souw Cin
bisa berhasil, tapi kemudian Thio Gie juga yang meruntuhkan strateginya itu
dengan siasat yang berlawanan.
Di satu sisi, Souw Cin begitu
gigih untuk mempertahankan aliansi vertikal di mana setiap negara berusaha
digabungkan dan dipimpin oleh ketua aliansi agar tercipta kedamaian di seluruh
Tiongkok. Namun di sisi lain, Thio Gie terus berjuang lewat aliansi horisontal
di mana Kerajaan Cin yang besar akan bekerja sama dengan kerajaan lain untuk
meruntuhkan aliansi negara-negara kecil yang dibangun Souw Cin. Dua kutub teori
ini akhirnya “saling bersinggungan” di lapangan yang kemudian membuat kisah ini
menarik.
Meski tak berseteru secara fisik
seperti dua kakak seperguruannya Sun Pin dan Bang Koan, kedua murid Kwi Kok
Siansu ini tetap saja berseteru untuk memperebutkan predikat sebagai ahli
strategi terbaik kala itu. Intinya antara Souw Cin dan Thio Gie tetap ada
semacam “perang dingin”.
Namun ada yang menarik dalam
kisah ini, bagaimana Thio Gie tetap setia membalas hutang budi yang ditanamkan
Souw Cin kala dirinya sedang berusaha mencari pekerjaan. Sebagai lelaki sejati,
Thio Gie tak berani menyerang Negeri Tio, tempat Souw Cin bernaung meskipun dia
memiliki banyak kesempatan. Bahkan dia juga berusaha menghindarkan orang yang
telah membantunya secara moril dan finansial ini, dari bahaya serangan Negeri
Cin.
Anehnya, sikap santun ini berubah
180 derajat ketika dia mulai mencoba menaklukkan kerajaan-kerajaan kecil pasca
Souw Cin meninggal. Sehingga dia kerap dianggap tidak “bermoral” karena
beberapa kali memperdaya lawan-lawannya dengan cara yang licik.
***
1)
Sejarah tentang asal mula masyarakat Tionghoa
mengenal Ba-cang yang merupakan penghargaan terhadap jasa Kut Goan atau Kut
Peng yang menceburkan diri dalam sungai adalah tradisi dari zaman ini. Atau
tradisi makan dingin di Hari Raya Imlek juga berasal dari zaman ini.
Judul : Souw Cin Thio Gie
Diceritakan Kembali : Wahyu
Wibisana
Penerbit : PT Suara Harapan
Bangsa
Herga Normal : Rp 35.000
Harga Diskon : Rp 30.000
Pemesanan : WA /SMS
085920713061
Email :
bukuklasik@gmail.com
No comments:
Post a Comment