Tuesday, 21 July 2015

Aksi Hakim Dee Mengungkap Kasus Pembunuhan Pensiunan Jenderal

Kisah Pembunuhan di Labirin Cina ini adalah salah satu kisah penting dalam serial roman detektif Hakim Dee karya Robert van Gulik. Betapa tidak karena kasus ini justru terjadi pada saat sang hakim baru saja duduk sebagai kepala daerah di Lan-fang, suatu daerah perbatasan di bagian paling barat dari Kekaisaran Tang (tahun 618 hingga 907 Masehi).
Hakim Dee dipindahkan dari Daerah Poo-yang di mana dia mengabdi selama hampir dua tahun ke Lan-fang pada tahun 670 Masehi. Begitu dia sampai di Lan-fang, sang hakim langsung diperhadapkan dengan keadaan dan gaya hidup orang daerah Lan-fang yang menjengkelkan. Maka sang kepala daerah harus menyesuaikan diri lagi.
Tapi belum lama menjabat, Hakim Dee langsung diperhadapkan dengan kasus pembunuhan aneh yang menimpa seorang pensiunan jenderal. Saat ditemukan, sang jenderal berada dalam suatu ruangan yang tertutup rapat sehingga tak mungkin pembunuhan itu dilakukan oleh orang luar keluarga sang jenderal.
Saat penyelidikan dilakukan, kasus ini bertambah rumit karena ternyata ada dugaan anak sang jenderallah yang menjadi calon tersangka utama dalam kasus pembunuhan tersebut. Belum sempat sang hakim membuktikan keterlibatan sang anak jenderal, tiba-tiba datang laporan bahwa ada kasus penculikan seorang gadis di daerah itu.
Ironisnya sang gadis juga disebut-sebut punya kaitan langsung dengan masalah hak waris sang jenderal. Maka semua alibi yang dikumpulkan oleh Hakim Dee terpaksa direkayasa ulang agar bisa menangkap siapa pembunuh sang jenderal serta apa ada kaitannya dengan kasus penculikan sang gadis. Di sinilah kita bisa melihat betapa piawainya Robert van Gulik dalam mengelola kasus demi kasus untuk mengikat para pembacanya.
Secara kehidupan nyata, sosok Hakim Dee adalah sosok seorang tokoh yang pernah ada. Dia dilahirkan pada tahun 603 M, di ibu kota Provinsi Xanxi yakni Tai-yuan. Dia adalah pejabat penting dalam Dinasti Tang. Hakim Dee diperkirakan meninggal pada tahun 700 Masehi.
Dia adalah seorang kepala daerah yang terkenal karena kesanggupannya untuk memecahkan persoalan kriminal yang rumit. Kehebatannya dalam memecahkan kasus mungkin setara dengan Bao Gong (Pao Kong) pada zaman Dinasti Song yang berkuasa antara tahun 960 sampai dengan tahun 1279. ()

Judul : Pembunuhan di Labirin Cina
Pengarang : Robert van Gulik
Penerbit : Suara Harapan Bangsa
Harga Normal : Rp 55.000
Harga Diskon : Rp 45.000
Kondisi : Baru 100%
Pemesanan : WA/SMS 085920713061 atau email bukuklasik@gmail.com

San Pek Eng Tay Kisah Latar Belakang Penggunaan Jati dan Bambu

Kisah San Pek Eng Tay atau Sam Pek Eng Tay memang bukanlah sebuah kisah yang asing bagi masyarakat Indonesia, khususnya kaum keturunan Tionghoa di tanah air. Sebab sejak tahun 1885, Boen Sing Hoo, seorang penulis keturunan Tionghoa sudah mengungkapkan kisah ini di dalam bukunya. Dia memberi judul bukunya dengan "Tjerita dahoeloe kala Negeri Tjina, Terpoengoet Tjeritaan Menjanjian Tjina Sam Pik Ing Taij."
Kemudian ke belakang ada juga beberapa penulis, termasuk juga penerjemah cersil OKT ikut menerjemahkan karya ini dalam versi lain. Tak hanya dalam versi tulis menulis, dalam versi drama panggung juga pernah dirilis versi lama kisah ini. Yang paling terkenal tentu saja drama San Pek Eng Tay garapan Teater Koma yang dipimpin oleh N. Riantiarno.
Tak heran kalau kemudian seorang guru besar sastera seperti Prof Dr Priono menuliskan kekagumannya pada kisah ini dalam majalah Tionghoa, "Sin Tjoen" di tahun 1956. Dia juga membandingkan kisah ini dengan Romeo and Juliet karya Shakespeare, atau Roro Mendut Pranacitra serta Tristan dan Isuet dari Prancis.
Di negeri asalnya sendiri, San Pek Eng Tay memang sangatlah dikenal. Selain disajikan dalam bentuk buku dan opera, kisah ini juga banyak disadur dalam beberapa versi serial dan film layar lebar. Sehingga kisah yang dilatarbelakangi kehidupan zaman Dinasti Goan atau Yuan (1271-1368 Masehi) ini jadi semakin populer.
Kisah San Pek Eng Tay sendiri bermula ketika Eng Tay, seorang perempuan Tionghoa berusaha ingin mendobrak tradisi kaum totok di daratan Tiongkok yang melarang kaum Hawa untuk melanjutkan pendidikannya. Dengan keteguhan hatinya, akhirnya orang tua Eng Tay mengizinkannya untuk melanjutkan studi. Namun karena zaman itu belum ada sekolah khusus bagi kaum perempuan, maka Eng Tay terpaksa harus menyamar jadi seorang pria.
Singkat cerita di sekolah baru itu, Eng Tay berkenalan dengan seorang pria lugu yang bernama San Pek. Diawali dengan sebuah "permusuhan kecil", akhirnya mereka pun terlibat dalam kisah asmara. Sayang, karena zaman itu perempuan tak punya hak untuk menentukan calon suaminya sendiri, orang tua Eng Tay sudah menjodohkan anaknya ini dengan pria lain sehingga cinta mereka tak bisa dipersatukan.
Karena cinta mereka terancam kandas, maka keduanya kemudian memutuskan untuk mengakhiri hidupnya secara bersama. Dan yang mengherankan dari kedua kuburan sepasang kekasih ini muncul pohon kayu jati dan bambu sebagai lambang cinta mereka yang dipersatukan. Konon inilah yang menyebabkan beberapa tukang kayu di Tiongkok dan juga Indonesia kerap mengunakan bambu sebagai pasak dari perabotan kayu jati yang mereka buat. Di Tiongkok sendiri orang selalu mengikat tahang kayu jati yang mereka buat dengan tali yang terbuat dari bambu.
Buku ini sendiri kian menarik karena disajikan dalam bentuk bergambar dan gambarnya masih sangat klasik. Sehingga pembaca tak hanya dapat menyaksikan keindahan cerita namun juga bisa menyaksikan keindahan lukisan bergaya chinese painting. ()

Judul : San Pek Eng Tay
Diceritakan Kembali : Marcus AS
Penerbit : Marwin
Kondisi : 100 % Baru
Harga Normal : Rp 30.000
Harga Diskon : Rp 25.000 (belum termasuk ongkos kirim)
Pemesanan : WA/SMS ke 085920713061 atau email bukuklasik@gmail.com